Renungan Ramadhan 6 - Pada ulasan terbaru dari blog UAS BLOGS !! kali ini, Akan menginformasikan teman teman pengunjung tentang Renungan Ramadhan 6, Dimana Info yang sudah kami sajikan untuk anda dihalaman singkat ini, Diharapkan bisa terpenuhi semua keinginan pembaca yang sudah kunjung hadir dan tentunya memang sedang membutuhkan informasi. Selain itu anda selaku pengunjung situs blog sederhana ini juga bisa membaca beragam
Artikel bercermin pada bayi
Artikel hari raya idul fitri 1434
Artikel hari raya idul fitri 1434 H
Artikel idul fitri
Artikel idul fitri 1434
Artikel pengertian idul fitri
Artikel syawalan lain lebih banyak dengan cara melihat Isi Peta dari pada situs ini, Namun terlebih dulu silahkan lansung Membaca Artikel terbaru Renungan Ramadhan 6 yang sudah kami siapkan dibawah ini, Untuk mengingatkan kembali bahwa ulasan pada postingan Renungan Ramadhan 6 sangat disarannkan untuk bisa disebarluaskan ke social medi Anda, Semoga Bermanfaat, lansung lihat lebih jelas infonya dibawah ini.
BULAN PENINGKATAN
Secara etimologi perkataan Idul Fitri terambil dari kata ‘aada-ya’udu-‘audan yang berarti kembali, dan kata fitri yang memiliki beberapa alternative makna. Jika kita merujuk pada kamus Al Munawwir alternative makna fitri adalah : (1) sifat pembawaan (2) ciptaan (3) Agama (4) sunnah, fitri dapat pula diartikan makan, sehingga jika ditinjau dari segi bahasa dapat pula diartikan kembali makan atau berbuka setelah selama sebulan berpuasa. Namun jika dikaitkan dengan tujuan berpuasa, yaitu agar orang-orang yang berpuasa itu mencapai tingkatan takwa, tentu saja kurang tepat jika hanya diartikan kembali makan.
Jadi jika kita kaitkan dengan tujuan berpuasa, maka tidak berlebihan jika Idul Fitri berarti kembali hidup menurut hakikat penciptaannya atau kembali hidup menurut satu Din yakni satu Tata Kehidupan tertentu atau menurut satu adat kebiasaan. Atau kembali hidup menurut agama kita yang kita yakini, yakni agama islam dengan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya. Bukankah arti takwa itu mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Menurut surat Ar-Ruum mematuhi dan mentaati Diin adalah merupakan fitrah menurut Allah :
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Khusus kita garis bawahi disini Din sama dengan ﻓﻄﺮﺖ ﺍﷲ ﺍﻠّﺘﻲ ﻓﻄﺮ ﺍﻠﻨّﺎﺲ ﻋﻠﻴﻬﺎ ialah satu Tata Kehidupan yakni Dinul Islam yang oleh Allah telah menciptakan yang demikian sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri.
Barangkali ada pula yang mengartikan fitri sebagai kesucian, sehingga mereka mengartikan idul fitri kembali pada kesucian. Pengertian tersebut meskipun tidak keliru tetapi sifatnya masih abstrak. Kesucian yang bagaimana? Apakah kesucian itu seperti jabang bayi yang lahir dari perut ibu dan belum memiliki dosa setitikpun? Untuk menjelaskan tentang kesucian itu biasanya diibratkan seorang bayi, kemudian dicari hubungan persamaannya. Misalnya, bayi itu tidak pernah dengki, bayi itu tidak pernah dendam, bayi itu tidak pernah sombong, dll.
Secara tegas, kesuciaan itu adalah kembalinya seorang anak manusia ke dalam diin sang pencipta, karena diturunkan agama dan kitab suci ke dunia ini adalah untuk mensucikan manusia yang hidup berlumuran dosa. Membersihkan manusia dari segala kekotoran yang menyelimuti jiwa mereka. Dengan kata lain, diturunkannya Al-Quran ini adalah untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju kehidupan yang terang benderang, seperti firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 1,
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Dan sesungguhnya diciptakannya jin dan manusia itu adalah untuk beribadah kepada Allah.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Surat Adz Dzaariyaat ayat 56)
Bulan syawwal adalah bulan peningkatan setelah kita menjalankan puasa ramadhan. Jika kita kaitkan dengan tujuan puasa ramadhan pada bulan syawwal para pelaku puasa ramadhan seharusnya sudah mencapai tingkatan takwa atau paling tidak sudah on the track pada jalan menuju takwa yaitu menjadi manusia yang bersedia menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang kembali kepada Agama Allah!
Bentuk peningkatan bukan hanya terbatas meningkatnya seseorang dalam ibadah mahdzhonya saja, tetapi juga dalam kasalehan sosialnya. Jadi bukan hanya semakin rajinnya seseorang ke masjid, semakin rajin membaca Al-Quran, semakin rajin shalat tetapi harus ada relevansinya dengan kesalehan social. Idealnya jika puasa kita benar, kondisi keluarga menjadi lebih baik, kondisi masyarakat semakin tentram, dan kondisi negarapun akan menjadi adil makmur tata titi tentrem gemah ripah loh jinawi.
Ada ungkapan yang bagus dalam Al Quran dalam menggambarkan masyarakat yang sehat lahir dan batin. Masyarakat yang baik digambarkan seperti lebah. Di dalam Al-Qur'an lebah dijadikan metafor bagi sistem kehidupan Muslim. Kalau kita cari hubungan persamaannya, maka kita akan tahu bahwa lebah itu adalah binatang yang bermanfaat bagi manusia. Lebah selalu hidup di tempat-tempat yang baik, tubuhnyapun menghasilkan madu yang bermanfaat bagi kesehatan. Sebaliknya sistem kehidupan orang kafir digambarkan seperti nyamuk. Coba Anda perhatikan bagaimana kehidupan nyamuk. Mereka hidup di tempat-tempat kotor, suaranya bising, menghisap darah, dan mereka selalu menyebarkan penyakit. Anda mungkin bertanya, bagaimana dengan nyamuk-nyamuk yang hidup di tempat-tempat bersih seperti nyamuk demam berdarah? Yah, meskipun hidup di tempat yang bersih mereka tetap bising dang menyebarkan penyakir ...! Dan pada kenyataannya banyak juga penjahat-penjahat berdasi yang menyebar penyakit kemanusiaan secara tidak kentara, bahkan efeknya lebih hebat dibandingkan dengan penjahat-penjahat kasar yang tidak intelek. Adalagi metafor yang lucu, mereka sibuk bekerja beramai-ramai tetapi justru kerusakanlah yang didapatkan. Itulah kehidupan rayap. Mereka kelihatannya sibuk bekerja tetapi justru menjadikan kayu-kayu, tonggak-tonggak menjadi keropos sehingga tidak terasa bangunan menjadi roboh! Mudah-mudahan bangsa Indonesia dijauhkan dari manusia-manusia bermental rayap yang akan merobohkan bangungan negeri ini. Mudah-mudahan rakyat Indonesia seperti tawon yang menebar kebaikan sehingga cita-cita bangsa Indonesia terwujud! Amin. Selamat Hari Raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin!
Demikianlah Artikel Renungan Ramadhan 6, Semoga dengan adanya artikel singkat seperti Informasi postingan Renungan Ramadhan 6 ini, Anda benar benar sudah menemukan artikel yang sedang anda butuhkan Sekarang. Jangan lupa untuk menyebarluaskan informasi Renungan Ramadhan 6 ini untuk orang orang terdekat anda, Bagikan infonya melalui fasilitas layanan Share Facebook maupun Twitter yang tersedia di situs ini.
